Japanese Film Festival 2017 di Jakarta

Tahun 2017 merupakan tahun ketiga penyelenggaraan Japanese Film Festival (JFF) di Indonesia. Sebagai peminat Jepang & kebudayaannya, tentu saja saya tidak pernah absen. Seingat saya, tahun 2015 JFF diadakan dengan sederhana. Tidak ada gimmick pengumpulan stempel, pemilihan ambassador, atau mendatangkan artis/sutradara dari Jepang. Tahun 2016, JFF diadakan dengan lebih meriah. Saya beruntung bisa hadir di konferensi pers dan bertemu Nomura Shuhei, aktor Jepang yang menjadi ambassador JFF 2016, lalu bertemu dia lagi ketika filmnya, Chihayafuru diputar. JFF 2016 juga mengadakan stamp rally, di mana setiap selesai pemutaran film, penonton bisa mendapatkan 1 stempel & 1 tote bag, kemudian bisa mendapat kaos setelah mengumpulkan 10 stempel. Tahun lalu saya berhasil mendapatkan kaos. Tahun ini pun saya bertekad mendapatkannya lagi 🙂

JFF 2017 memilih Kora Kengo sebagai ambassador. Karena kesibukan di kantor yang tak bisa ditinggal, saya hanya bisa melihat Kengo secara langsung saat pemutaran film A Story of Yonosuke. Saya & teman-teman agak kecewa karena penonton di studio sama sekali tidak diperbolehkan mengambil foto & video saat Kengo memberi sambutan. Beda sekali dengan JFF 2016. Tapi ya sudahlah, toh fotonya bisa dilihat di medsos Japan Foundation..

Kamis, 2 November itu lah saya mulai movie marathon di JFF 2017. Ada 20 film yang dibawa, tetapi saya hanya sanggup & sempat nonton 12. Itu pun Sabtu-Minggu full masing-masing 4 film, hahaha.. Saya coba mini review untuk masing-masing film yang saya tonton, ya ^^

1. A Story of Yonosuke / Yokomichi Yonosuke (2013)
Bercerita tentang pemuda bernama Yokomichi Yonosuke yang datang ke Tokyo pada tahun 1987 untuk kuliah. Di Tokyo, ia bertemu dengan berbagai tipe orang yang akhirnya menjadi kenalan, sahabat, bahkan pacar. Masing-masing orang ini menceritakan pengalaman mereka tentang Yonosuke. Sudut pandang yang berubah di akhir masing-masing cerita memberikan kesan bittersweet. Yang saya suka dari film ini adalah humornya, setting Jepang tahun 1980-an, dan akting Kora Kengo & Yoshitaka Yuriko. Kemunculan Ayano Go sebagai karakter yang tidak saya sangka juga menyenangkan!

2. Drowning Love / Oboreru Knife (2016)
Semangat nonton ini karena Suda Masaki kelihatan cakep banget! Tapi yang saya kira film teenage love biasa, ternyata cukup dark, angsty & membingungkan. Beberapa adegan bikin bertanya-tanya karena tidak ada pondasi cerita sebelumnya. Pengambilan gambarnya terkesan artsy sih, tapi ya udah, gitu doang. Scene favorit: adegan Shigeoka Daiki menghisap sari bunga! Ternyata scene itu termasuk ikonik juga di manganya.

3. Her Love Boils Bathwater / Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai (2016)
Film keluarga yang awalnya menceritakan kehidupan seorang ibu & anak perempuannya yang ditinggal sang ayah. Mereka tadinya punya usaha pemandian umum, yang terpaksa ditutup setelah sang ayah kabur. Cerita menjadi seru setelah sang ibu menemukan sang ayah & menyeretnya pulang, dengan tambahan seorang anak perempuan lagi yang merupakan anak sang ayah & mantan pacarnya yang kini kabur. Film ini heartwarming sekaligus sedih, satu studio nangis deh kayaknya. Saya juga kedistrak Odagiri Joe yang jadi tokoh ayah yang cakep tapi selalu santai-santai XD

4. Good Stripes (2015)
Awalnya agak malas nonton ini karena tidak ada aktor/aktris yang saya kenal. Tapi kata Wieny, teman maraton JFF yang juga ngaturin jadwal nonton, kayaknya film ini bakal bikin penasaran. Ternyata film ini oke juga, tentang sepasang kekasih yang kelihatannya sih nggak saling cinta-cinta amat, tapi terpaksa menikah karena si cewek hamil. Menjelang pernikahan, mereka pun berusaha mendalami sifat & keluarga masing-masing.

5. Memoirs of A Murderer / 22 nenme no Kokuhaku: Watashi ga Satsujinhan desu (2017)
Akhirnya ketemu film suspense! Film ini merupakan remake dari film Korea Confession of Murder (2012), tapi saya belum nonton film Koreanya sih.. Suka film ini karena plot twists-nya & tentu saja akting Fujiwara Tatsuya yang cocok banget jadi penjahat XD Kemunculan Nomura Shuhei dengan dandanan 1980-an juga lumayan bikin heboh.

6. Mumon: The Land of Stealth / Shinobi no Kuni (2017)
Film ninja berdasarkan kisah nyata “The Great War of Iga”, di mana klan ninja Iga harus bertempur melawan samurai di bawah komando anak Oda Nobunaga & jenderal-jenderalnya. Nonton ini karena yang main Ohno Satoshi, haha.. Filmnya lumayan seru walau beberapa adegan terasa janggal bagi saya.

7. ReLIFE (2017)
Bercerita tentang Kaizaki Arata, cowok 27 tahun yang desperate karena belum punya pekerjaan tetap & tidak tahu apa passion-nya. Kaizaki kemudian bertemu peneliti proyek ReLIFE, yang memberi kesempatan kedua untuk menjalankan hidup di SMA. Film ini ringan, heartwarming, & bikin nostalgia masa-masa SMA, saat yang dikhawatirkan dalam hidup hanyalah nilai ujian dan teman. Btw, Chiba Yudai di sini imut banget! Umur udah mau 28 tapi masih cocok pake seragam SMA & kelihatan seumur dengan Nakagawa Taishi. Taira Yuna juga lucu banget. (review macam apa ini) XD

8. Chibi Maruko-chan: A Boy from Italy (2015)
Rada ngantuk nonton ini. Ceritanya tentang sekolah Maruko yang kedatangan murid-murid homestay dari berbagai negara. Keluarga Maruko kebagian menampung Andrea, cowok dari Italia yang almarhum kakeknya pernah tinggal di Jepang semasa perang & pascaperang. Sepanjang film ini Andrea ribet nyari kenalan kakeknya. Pas nonton ini, kami agak telat masuk gara-gara makan dulu, jadinya nggak tahu siapa dubber Andrea. Tapi suaranya kok familiar.. Di akhir film, baru ketahuan kalau dubbernya itu Nakagawa Taishi! Berasa nonton 2 film Taishi deh…

9. My Uncle / Boku no Ojisan (2016)
Kocak banget film ini! Sepanjang film, satu studio ngakak-ngakak terus.. Ceritanya tentang Yukio, anak SD yang keluarganya ditebengin sang paman, adik sang ayah, yang kerjanya malas-malasan, padahal dia dosen. Paman nyentrik ini dijodohkan dengan wanita Jepang generasi keempat Japanese-American yang tinggal di Hawaii. Si paman pemalas ini kemudian menjadi bersemangat mengejar sampai ke Hawaii.

10. Daytime Shooting Star / Hirunaka no Ryusei (2017)
Film teen romance, bukan cuma antarmurid, tapi ada juga pak guru ganteng yang suka ama muridnya. Adegan-adegannya manis, setting tempatnya bagus, dan Miura Shohei yang jadi pak guru bikin baper, hahaha… Manis banget kelakuannya (walau di beberapa bagian malah jadi flirty sih).

11. Harmonium / Fuchi ni Tatsu (2016)
Sungguhlah saya gak ngerti film ini…Tadinya kirain film keluarga yang hangat, ternyata beda.. Di akhir film, tanpa disangka sutradaranya datang & bikin Q&A! Sayangnya karena penerjemahan yang kurang oke, pesannya jadi kurang tersampaikan.. Udah gitu ada penanya yang nanya pakai bahasa Indonesia, lalu diterjemahkan sendiri ke bahasa Jepang informal (yang tentu nuansanya kurang sopan). Yaelah mas…kenapa nggak nunggu diterjemahkan oleh interpreter aja sih? Sutradaranya sendiri bilang, film ini bisa diinterpretasikan bermacam-macam, seperti halnya pembuat vas bunga yang tidak semuanya bertujuan agar vasnya diisi bunga (gile nih penjelasannya butuh pemahaman tingkat tinggi).

12. Honnouji Hotel (2017)
Film bertema time slip dari Kyoto zaman modern ke tahun 1582, sehari sebelum Honnouji Incident yang menewaskan Oda Nobunaga. Mayuko (Ayase Haruka), wanita yang bingung dengan jalan hidupnya, jadi berubah sejak bertemu Oda & bawahannya di Honnouji Temple, yang secara misterius tersambung dengan lift hotel yang ditempatinya. Filmnya lucu & ringan dengan pesan moral yang tak berkesan menggurui.

Demikian mini review keduabelas film yang saya tonton. Kalau harus pilih top 3, maka favorit saya adalah ReLIFE, A Story of Yonosuke, & Memoirs of a Murderer.

Oh iya, tahun ini ada stamp rally lagi, tapi skemanya agak beda dari tahun lalu. Di JFF 2017 ini, satu stempel bisa ditukar satu bolpen, lima stempel dapat tote bag, dan sepuluh stempel dapat kaos.

dog8469vwaa4-ob-large.jpg

Terima kasih kepada Japan Foundation yang telah menyelenggarakan JFF 2017. Semoga tahun depan event ini ada lagi!

5 thoughts on “Japanese Film Festival 2017 di Jakarta

  1. Cuma pernah no ton 2 film doang, kayaknya aku lbh banyak nonton film korea dr pd film jepang 😛

    Her Love Boils Bathwater nonton tahun lalu. Filmnya bagus, suka dengan tone dan cerita slice of life. Ini film wakil Jepang di ajang Oscar tahun depan.
    Kalau liat kans kayaknya hak bakalan masuk nominasi final. Plotnya terlalu biasa, gak terlalu istimewa walau penggarapannya di atas rata2.
    Joe Odagiri dulu main film Tokyo Tower sebagai anak yang bapaknya kabur shg diurus sama ibunya yg sinhle mother, eh sekarang malah dapat peran ayah yg kabur. Pernah juga main sbg ayah 2 anak yang males2an musikus gagal sampai dituntut cerai sama istrinya dalam film I Wish (Kiseki).

    Memoirs of Murder versi Korea pernah kubahas di sini.

    Confession of Murder

    Park Si-Hoo yang jadi si psikopat selebriti kayaknya salah casting. Tampangnya terlalu muda dan imut buat jadi serial killer yg kasusnya belasan tahun yg lalu. Mosok dia mulai bunuhin orang sejak SMP?
    Jauh lebih mending FujiTatsu emang. Tapi saking keseringan typecasting jadi pemeran psikopat, aku jadi bosen liat dia main jadi yang itu itu melulu. Dari jadi Light Yagami di Death Note, pembunuh sinting di Shield of Straw, psikopat berkemampuan hipnotis dalam Monsterz, sampai Shishio si samurai gila yang mau bakar Kyoto dalam Samurai X. Saking seringnya, FujiTatsu kayaknya udah punya insting buat memainkan mimik muka sampai tatapan mata psikopat. Emang sih cocok, tapi ya lama lama bosen juga.
    Hideaki Ito yang main jadi detektif stress bagus, cocok banget gantiin Jung Jae-young di peran yang sama.
    Masalahnya dalam beberapa scene, versi Jepang ini rada lebay, versi Korea lebih baik dalam mendramatisir adegan. Udah pengalaman ngurusin drakor kali ya? Hahaha….
    Btw, plot twistnya emang keren, aku sampai kecele gak bisa nebak.

    • Aku suka Her Love Boils Bathwater, tapi agak kepanjangan ga sih? Hahaha.. Rata-rata film yang diputar di JFF 2017 durasinya lebih dari 2 jam. Memoirs of A Murderer ceritanya Hollywood-ish ya, plotnya cepat & twistnya keren, walau kata temanku di adegan akhir kok penjahatnya ga mati-mati walau udah dicekik lama XD Nanti cari versi Koreanya ah… FujiTatsu natural banget akting jadi psikopat, haha.. Terakhir nonton dia di dorama Soshite Dare mo Inaku Natta, tumben nggak jadi penjahat, tapi protagonis yang dituduh jahat… Karakternya depressed & emo. Aku belum nonton Shield of Straw & Monsterz, nanti dicari ah..

  2. @setsunavie
    Iya, emang agak dragging dan terlalu banyak sub-plot yang gak terlalu penting.
    Terakhir, aku nonton FujiTatsu gak jadi psikopat di film Boku dake ga inai machi, live action manga berjudul sama, lagi-lagi dia kena dapat peran protogonis dituduh jadi pembunuh. Gara2 tampangnya psikopat kali dapet peran protogonis juga, tetap aja dituduh penjahat hahahaha…

    Shield of Straw plotnya keliatan keren di awal, tapi asli endingnya kentang banget bikin eneg. Nyebelin sampai kesal sendiri nontonnya.
    Kalau Monsterz itu remake film Korea (lagi hahahaha) yang judulnya Haunters. Lagi2 aku lebih suka versi Korea, soalnya yang main jadi psikopatnya salah satu aktor Korea favoritku Gang Dong-won.

  3. Wah, senengnya Kak Vie bisa lihat langsung Kengo Kora 🙂
    Film dia yang pernah aku tonton cuma Hospitality Department. Hehehe.
    Makasih ya Kak buat sharing film-film yang Kak Vie tonton di JFF lalu. 🙂

Leave a comment